Mau dapat uang silakan klik link ini

Sabtu, 25 September 2010

Vannupatha Jataka(jataka2)

JATAKA 002
jataka2
picture source: www.jathakakatha.org

Kisah kedua dari Jataka mirip seperti kisah pertama Jataka. Kisah ini menceritakan tentang pengembaraan seorang saudagar bersama dengan orang-orangnya yang melintasi padang pasir. Namun berbeda dengan makna yang terkandung di dalam Jataka kisah pertama, Vannupatha Jataka ini lebih menitikberatkan pada pentingnya keyakinan yang dimiliki seseorang untuk terus maju dan berpikir jernih, terlebih apabila kita berada di antara orang-orang yang telah kehilangan keyakinannya dan putus asa. Putus asa tidak akan membawa kita kemana-mana, sebaliknya keyakinan akan membawa kita pada terwujudnya harapan. Selamat membaca!

VANNUPATHA JATAKA: MELINTASI PADANG PASIR (2)
Sumber: http://www.jathakakatha.org/english/index.php?option=com_content&view=article&id=134:02-vannupatha-jataka&catid=42:1-50&Itemid=89

Diterjemahkan secara bebas oleh: Upa. Sasanasena Seng Hansen

Pada suatu waktu, ketika Brahmadatta menjadi raja di Benares-Kasi, Bodhisatta dilahirkan dalam keluarga pedagang. Ketika ia tumbuh dewasa, ia sering pergi berdagang dengan menggunakan 500 kereta. Pada suatu hari, ia tiba di sebuah padang pasir selebar enam puluh mil. Pasir di gurun tersebut sangat halus, sehingga apabila digenggam, pasir itu akan menyelinap melalui jari-jari tangan kita yang tertutup. Begitu matahari terbit, gurun tersebut berubah menjadi tempat tidur dengan panas arang-bara dan membuatnya tak ada yang dapat berjalan di atasnya. Oleh karena itu, mereka yang biasanya melintasi gurun itu akan membawa kayu bakar, air, minyak, beras dan sebagainya di dalam gerobak kereta mereka dan hanya melintas di malam hari. Saat fajar, mereka biasanya akan membentuk formasi kereta mereka dalam sebuah lingkaran, dengan tenda menyebar di atas kepala, dan setelah makan pagi mereka duduk di tempat teduh sepanjang hari. Ketika matahari terbenam, mereka akan makan malam dan secepat gurun tersebut menjadi dingin, mereka akan segera menaiki kereta mereka dan bergerak maju melintasi padang pasir. Perjalanan melintasi padang pasir ini seperti berpetualang mengarungi samudra. Seorang ‘juru-gurun’demikian ia dipanggil, harus membimbing para pedagang dengan pengetahuan perbintangan. Dan dengan cara inilah pedagang kita (Bodhisatta) bepergian melintasi padang pasir pada masa itu.
Ketika hanya tinggal sekitar tujuh mil lagi sebelum mereka keluar dari gurun, ia berpikir, “Malam ini kami akan keluar dari belantara berpasir ini.” Jadi, setelah mereka menyantap makan malam mereka, ia memerintahkan kayu dan air untuk dibuang, dan menjalankan keretanya melintasi jalur yang ada. Kereta di depan menjadi tempat bagi juru-gurun untuk duduk sambil menengadah melihat bintang-bintang di langit dan mengarahkan iringan kereta tersebut. Tapi karena begitu lama dia belum tidur sehingga ia menjadi lelah dan jatuh tertidur. Hal ini mengakibatkan dia tidak manyadari bahwa sapi-sapinya telah berbalik arah dan kembali menyusuri langkah-langkah mereka sebelumnya. Sepanjang malam sapi-sapi terus berjalan tetapi pada waktu fajar juru-gurun itu terbangun dan mengamati letak bintang-bintang di langit. Ia berteriak, “Putar kembali gerobak! Putar kembali gerobak!” Dan ketika mereka membalik putaran gerobak dan membentuk mereka ke dalam baris, matahari telah terbit. “Mengapa ini adalah tempat kami berkemah kemarin,” teriak orang-orang dari karavan. “Semua kayu dan air hilang dan kita tersesat.” Demikian dikisahkan, mereka memberhentikan kereta mereka, membuat formasi dan mendirikan tenda di atas kepala mereka; kemudian setiap orang melemparkan diri ke dalam keputus-asaan di bawah gerobak masing-masing. Brahmadatta berkata pada dirinya sendiri, “Jika saya menyerah, setiap orang disini akan binasa.” Jadi, ia berjalan ke sana kemari ketika hari masih pagi dan dingin, sampai dia menemukan sekumpulan rumput Kusa. “Rumput ini,” pikir dia, “hanya dapat tumbuh di sini berkat kehadiran air di bawahnya.” Jadi ia memerintahkan orang-orangnya untuk mengambil sekop dan menggali sebuah lubang di tempat tersebut. Enam puluh kubik mereka menggali sampai pada kedalaman mereka menemukan batu dan ini membuat semua orang menjadi kecil hati. Tetapi Brahmadatta merasa yakin harus ada air di bawah batu itu, ia pun turun ke dalam lubang dan berdiri di atas batu tersebut. Ia kemudian membungkuk dan menempelkan telinganya. Menangkap suara air mengalir di bawah batu, ia keluar dan berkata kepada kerumunan orang-orangnya, “Anakku, jika kalian menyerah sekarang, kita akan binasa. Jadi yakinlah dan percayalah. Turunlah ke dalam lubang itu dengan palu besi ini dan hancurkanlah batu itu. “
Mematuhi perintah tuannya, para pemuda yang yakin turun ke dalam lubang dan menghantam batu tersebut, sedangkan sisanya adalah orang-orang yang telah kehilangan keyakinan mereka. Batu yang telah membendung aliran air itu terbelah. Air mancur pun muncul dari dalam lubang itu sampai setinggi pohon palem; dan semua orang minum dan mandi. Kemudian mereka membersihkan peralatan, kereta dan perlengkapan lainnya, memasak nasi dan memakannya, dan memberi makan sapi-sapi mereka. Dan segera setelah matahari terbenam, mereka membereskan tenda mereka dan melanjutkan perjalanan menuju tujuan mereka. Di sana mereka menukar barang-barang mereka dengan harga dua hingga empat kali lipat nilai aslinya. Dengan hasil mereka kembali ke rumah mereka sendiri, tempat mereka menghabiskan sisa hidup mereka dan pada akhirnya meninggal dunia untuk selanjutnya sesuai dengan jasa kebajikan masing-masing. Demikian pula Brahmadatta setelah menghabiskan sisa hidupnya dengan amal dan perbuatan baik lain, meninggal dunia juga untuk membayar sesuai dengan jasa kebajikannya.
***
Rumput Kusa: sejenis rumput yang biasa digunakan dalam upacara ritual para brahmana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar